Sore kali ini berbeda. Ditengah rasa suntuk yang melanda usai bekerja, aku tidak langsung melangkah pulang. Kakiku berjalan menyusuri ibu kota. Iya, Jakarta. Kota yang penuh akan kenangan kita. Di mana biasanya kamu yang menggenggam tanganku saat menyebrang jalan, Merangkul bahuku ditengah ramainya persimpangan, yang katamu waktu itu “Biar tidak hilang” Ah! Ada-ada saja kamu waktu itu. Aku kembali lagi ke tempat bersejarah di Jakarta. Kota Tua. Kota yang bersejarah bukan hanya untuk ibu kota tapi juga kita. Aku kembali menyambagi tukang kerak telur di depan kafe batavia, menaiki sepeda memutari halaman museum, serta membeli es selendang mayang di samping pohon rindang, yang dulu pernah kita duduki dengan riang. Tapi kini semuanya berbeda, aku berjalan sendirian tanpa ditemani teman atau secangkir kopi hitam, yang selalu berakhir ditenggorokanmu. Yang dulu selalu bilang “Kafein tidak baik untuk lambungmu” Selesai di kota tua, aku kembali meneruskan jalan, kali...
Pengarang semaunya | Pemotret sebisanya | Traveller semampunya, serta Pengagum kamu yang masih jadi tanda tanya.